Suami saya dan saya adalah orang pedesaan, kami tidak berpendidikan tinggi, dan saya kenal dan menikah dengan suamiku, melalui mak comblang. Saat itu, suamiku memberi kesan bahwa ada karakter yang sangat lucu, selain itu, dapat memberikan kenyaman yang sangat kuat saat itu.
Setelah menikah, kami membuka toko kelontong di desa, hidup kami sederhana dan tidak berkekurangan. Namun ini bagiku ini sudah lebih dari cukup.
Suamiku adalah keluarga orang tua tunggal, di usia delapan tahun, ibunya meninggal karena kanker. Meski keluarganya tidak kaya, tapi ayahnya sangat bagi kepadaku, memperlakuakan saya seperti putrinya. Belakangan, suamiku dan Li, tetangga dari desa kami pergi ke luar kota untuk berbisnis.
Padahal, sang ayah dan saya sangat menentangnya untuk pergi, karena semenjak kami menikah kami belum pernah berpisah, dan ayahnya beranggapan kami masih berkecukupan, tidak perlu sampai kerja ke luar kota.
Namun, suamiku mengatakan ingin memperbaiki lingkungan hidup di rumah, dan mau menyediahkan masa depan untuk anak kami, akhirnya saya setuju. Enam bulan kemudian, kami mendapat kabar baik dari tetangga desa, mengatakan bahwa suami saya mendapat penghasilan yang cukup banyak sudah siap untuk kembali ke desa.
Bisa mendapat penghasilan memang bagus, tapi sebenarnya saya hanya berharap suamiku bisa aman-aman saja! Bagiku itu sudah lebih dari cukup.
Kami menjual toko kelontong kami, dan kemudian membuka sebuah restoran kecil di sekitar desa tempat kami tinggal, juga membeli sebuah truk kecil. Bisnis kami semakin meningkat,.
Meski kami harus bekerja keras, tapi karena sebuah kebersamaan, kami bahkan tidak merasakan capek atau apapun. Namun sayang sekali, hidup bahagia seperti itu tak bertahan lama. Suatu malam, suami saya dan saya pulang ke rumah. Hanya karena menabrak lampu jalan yang rusak, truk mobil kehilangan kontrol, dan menabrak palang. Waktu itu saya tidak merasakan kesakitan apa-apa dan kemudian pingsan.
Setelah sadar, saya terbaring di tempat tidur. Suamiku hanya mengalami trauma dan luka di kulit, tapi saya? bagian bawah tubuh saya lumpuh karena pecahnya tulang belakang dan tidak bisa bergerak. Meski dokter mengatakan ada harapan untuk sembuh, tapi peluangnya sangat kecil, saya harus memakai kursi roda. Saya menangis putus asa, dan memiliki kemauan bunuh diri.
Ayah mertua dan suamiku terus-terusan menghibur dan memberi semangat, sambil berkata: kami tidak akan meninggal kamu sendiri, kami akan terus menemani kamu sampai kapanpun.
Kemudian saya diperbolehkan pulang, ayah mertua dan suamiku secara bergilir merawat saya, setiap hari mengajak aku ngobrol. Seiringnya waktu 3 bulan kemudian berlalu. Suatu hari ayah mertua, marah sambil membawa sepucuk surat dan berkata: suamimu meninggalkan surat, ia telah jatuh cinta dengan seorang janda yang tinggal di sebelah desa, karena kamu lumpuh ia merasa terganggu, maka mereka berdua kawin lari…
Saya terpukur dengan berita ini, saya tidak bisa tidur selama beberapa hari, bahkan makan saja gak selera. Namun, sang ayah mertua tetap setia menemaniku dan menjagaku, dan memberi semangat, berkata: “Nak, hidup itu memang susah, tapi ingat tidak akan ada tantangan yang tak bisa dilewati. Kamu harus percaya diri … …”
Saya tersentak dan menangis. Setelah suamiku pergi, aku dan ayah kembali ke pedesaan. Saat itu, gosip tersebut sudah tersebar dimana-mana. Namun, sang ayah tidak keberatan, tetap hati-hati menjagaku.
Selain menjual sayuran di pasar, ia juga menabung uang untuk biaya kehidupan saya. Tiga tahun kemudian, karena ayah mertua merawat saya dengan hati-hati, akhirnya saya bisa berdiri dan berjalan.
Sekarang, saya membuat kerajinan tangan dan menjual ke pasar.. Berkat ayah mertua saya dapat bangkit kembali memulai hidup baruku!
Tega banget sang suami meninggalkan istrinya di saat seperti itu… Untung ada ayah mertua yang berhati mulia.
Sumber: Pxp
KEJAM!! Setelah Kematian Kedua Orang Tuanya, Gadis Ini Dibesarkan Oleh Pakciknya. Namun Sebelum Berkahwin, Dia Telah Membuat Satu Nota Supaya Polis Menangkap dan Memenjarakan Pakciknya
Aku adalah anak perempuan satu-satunya. Waktu aku berumur 8 tahun. Ayahku tiba-tiba meninggal kerana kecelakan motor. Setelah ayah dikuburkan, tak sampai setengah tahun, ibuku mengalami depresi dan memutuskan untuk bunuh diri.
Perlahan-lahan semua orang yang dulunya dekat dengan aku mulai meninggalkan aku satu persatu. Aku merasa diriku seperti orang najis, pembawa sial. Tak ada yang mau membesarkanku. Aku masih ingat, bahkan kakek pun tak mau merawat aku, sambil merokok dia mengatakan bahwa dia sudah tua, tak sanggup merawat anak kecil lagi.
Waktu itu, hanya pakcik ku seorang diri yang rela merawatku. Ia menggandeng tangan ku sambil berkata, “mari ikut pakcik pulang.”
Sebenarnya, keadaan keluarga pakcik juga tidak begitu baik. Mereka mempunyai 2 orang anak laki-laki, semuanya lebih besar dari aku. Dari kecil hingga besar, aku sangat giat belajar. Mungkin kerana aku tau aku bukan anak kandung pakcik ku. Aku selalu mendapat nilai yang bagus di sekolah.
Saat aku berhasil masuk di sebuah universiti, pakcik menyuruh anaknya yang paling besar untuk berhenti sekolah kerana nilainya tidak begitu bagus. pakcik menyuruh kakak untuk bekerja bersamanya, mencari wang untuk menyekolahkan aku dan kakak ku yang paling kecil.
Istri pakcik (makcik) ku juga sangat baik, aku dianggap seperti anak kandungnya. Hanya saja, keadaan tubuhnya tidak begitu baik, ia sering sakit-sakitan.
Meskipun aku selalu kangen dengan kedua orangtua ku, namun kadang aku merasa pakcik dan makcik ku juga sangat mencintaiku, harusnya ini sudah cukup. pakcik ku biasanya akan sangat keras terhadap kedua kakak ku. Jika marah, dia akan memukuli mereka.
Namun, pakcik tidak pernah sekalipun memarahi aku dengan kata kasar, jika ia sedang tidak senang, paling-paling ia hanya menundukkan kepalanya sambil menghisap rokok.
Setelah lulus kuliah, aku langsung bekerja. Awalnya aku ingin lanjut s2, namun aku tak ingin membebankan mereka lagi. Apalagi, sekarang kakak pertama ku sudah menikah, aku tak boleh sering-sering memakai wang dia lagi.
Kira-kira 2 tahun lalu, aku berpacaran. Pacarku adalah orang yang baik, orangtua nya juga adalah guru. Aku merasa aku sangat beruntung. Tahun ini dia melamar aku, aku pun langsung mengiyakan.
Bulan 3 tahun ini, aku membawa dia pergi menemui pakcik dan makcik ku, mereka sangat mendukung. Bulan lalu aku dan dia menggelar pesta pernikahan kami.
Aku masih ingat, satu hari sebelumnya, makcik ku mengatakan pada ku, “saat kamu tinggal bersama keluarga suami mu nanti, ingat harus baik-baik terhadap kedua mertuamu. Jika kamu tidak bahagia, kembalilah.
Disini selamanya adalah rumah kamu.” Aku sangat terharu, dalam hati ku, makcik ku sudah menggantikan posisi ibu. Aku sangat mencintainya.
Saat hari pernikahan ku, kami mengadakannya di sebuah hotel. pakcik menyerahkan tangan ku ke atas tangan suami ku, matanya berlinang air mata. Kemudian ia memelukku dan menangis dengan keras. Aku baru pertama kali melihat lelaki ini menangis.
Kira-kira saat malam tiba, pakcik tiba-tiba memanggil ku. Ia mengatakan besok ia sudah akan pulang ke kampung, dan ingin berbual dengan aku sebentar. Dia mengatakan, “sudah beberapa tahun, sebenarnya ada sebua rahasia dalam hatiku. Sebenarnya, aku dan papa mu dulu sama-sama berbisnis ikan.”
“Namun papa mu jauh lebih sukses dari aku. kerana sedikit iri, aku ingin menganiaya ayahmu. Aku merosak break motor ayahmu. Dan kerana itulah, saat ia membawa motor, dia tak dapat berhenti saat sedang laju. Aku tidak menyangka perbuatan ku akan berakibat seteruk itu.”
“Maafkan aku, aku adalah pembunuh. kerana aku, ayahmu dan ibumu meninggal…”
Mendengar itu, hati ku langsung hancur. Bagaimana mungkin ini boleh terjadi? Tak pernah terpikiran oleh ku bahwa ayahku meninggal kerana ulah pakcik. Hari itu, aku merasa aku telah dibohongi.
Hari itu, aku menangis tak henti-hentinya. Di dalam hati ku, aku ingin melaporkannya ke polisi, membuatnya di penjara. Meskipun ia sudah membesarkan aku selama 15 tahun, lalu kenapa? Dia menyebabkan kedua orang tua ku meninggal, membuat aku kehilangan keluarga.
3 hari setelah pernikahan, aku pulang ke kampung dan bertengkar dengan pakcik ku. Aku mengatakan bahwa aku tak akan memaafkan dia dan akan melaporkannya ke polisi. Saat makcik ku mengetahui hal ini, ia langsung terus memarahi pakcik, dia menangis sampai hampir pingsan.
Kedua kakakku mengatakan aku tak berperasaan. Hingga sekarang, aku belum melaporkan pakcikku, kerana aku takut keadaan makcik akan semakin memburuk.
Aku tidak boleh memaafkan pakcik ku, aku juga tidak tahu harus berbuat apa? Jika aku tak melaporkannya, aku akan merasa bersalah terhadap ayah ibu ku.
Aku sangat dilema, hati ini sangat sakit. Tapi, dia sudah membesarkan aku bertahun-tahun, masakah aku tidak memaafkannya?
sumber: happy
Sumber Karipap Panas http://ift.tt/2y5qTeR
0 Comments